Senin, 18 Maret 2019

Oknum Arsitek Menulis Apa?


Nah, bukunya sudah siap cetak setelah mendapat ISBN (International Serial Book Number) dari Perpustakaan Nasional RI. Ukuran 14 cm x 20 cm x 0,91 cm. Isi 116 halaman. Selain tulisan (24 artikel), juga ada ilustrasi.

Buku ini merupakan salah satu "pertanggungjawaban" saya sebagai seorang Sarjana Teknik bidang Arsitektur yang pernah menulis skripsi sebagai landasan konseptual untuk perancangan dalam Tugas Akhir Arsitektur. Saya tidak perlu mengklaim soal mutu isinya karena tugas saya hanyalah menuliskan pemikiran, dan kini siap diabadikan dalam bentuk buku.

Buku ini juga saya kerjakan sendiri sejak menulis, menyunting (meng-edit), membuat ilustrasi, menyusun, menata, membuat sampul, mengurus ISBN sampai naskah siap naik cetak di percetakan. Totalitas sebagai mantan aktivis pers mahasiswa, meskipun dulu saya hanya berkutat dalam ilustrasi dan kartun-karikatur.

Karikatur Sonny Susanto dan Tan Tik Lam, 2016 (Melawan Lupa)

Buku ini akan dicetak dalam jumlah minimalis, yaitu 30 eksemplar. Saya membiayainya sendiri, dan akan menjualnya sendiri. Dana saya terbatas, dan saya terakan "edisi terbatas" pada sampul belakangnya.

Demikian saja pemberitahuan dari saya -- oknum arsitek yang tidak pernah diperhitungkan oleh kalangan arsitek, baik di Balikpapan maupun Indonesia. 

Jumat, 09 November 2018

Rencana Buku-bukunya Terbit di 2019

Arsitek yang Menulis (AyM)
Sebuah Kumpulan Artikel "Pilihan" di Kompasiana.Com.

Tidak ada yang istimewa ketika seorang arsitek menulis. Toh, sebelum tamat kuliah, calon arsitek harus membuat skripsi yang berisi landasan konseptual untuk perancangan (desain) arsitekturnya di Tugas Akhir (TGA) Arsitektur. Toh, untuk bisa tamat SD, ia pun harus bisa menulis.

Lantas, apa istimewanya jika seorang arsitek menulis? 

Tidak ada keistimewaan apa-apa. Tetapi, kalau seorang arsitek tidak bisa menulis, tentu saja, aneh bin ajaib. Yang muncul adalah pertanyaan, siapakah dulu yang mengerjakan skripsinya. 

***

Surga Siap Saji (S3)
Sebuah Kumpulan "Artikel Utama" di Kompasiana.Com

Dalam buku S3 terdapat 17 artikel yang terpajang di rubrik yang berbeda-beda. Hukum, Politik, Birokrasi, Transportasi, Bisnis, Kuliner, Humaniora, Media, Gaya Hidup, dan seputar Pemilu Serentak 2019 (Kandidat, dan Analisis).

Judul S3 berasal dari judul salah satu artikel yang terpajang di rubrik Analisis (Kotak Suara) pada 17 Oktober 2018. Artikel ini berkaitan dengan Pemilu Serentak 2019, khususnya Pilpres.

"Mungkin hanya terjadi di Indonesia. Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) muncul "surga-neraka". Dan, hanya orang Indonesia yang bisa dengan mudah-murah masuk "surga-neraka" melalui pencoblosan terhadap nomor atau bagian gambar pasangan kontestan di tempat pemungutan suara." Begitu yang tertulis pada alinea (paragraf) pertamanya.

Pengantar buku ini ditulis oleh Tilaria Padika aka George Hormat alias Gege. Gege adalah pelanggan dalam "Artikel Utma". Lebih 300 artikelnya berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana.Com. Lantas, apa cuplikan dari tulisannya?

Gus Noy selalu berangkat dari peristiwa-peristiwa yang sungguh dekat dengannya, yang tak berjarak. Peristiwa-peritiwa sosial dalam artikel-artikel Gus Noy adalah peristiwa yang Gus Noy terlibat langsung di dalamnya.

Seringkali peristiwa-peristiwa itu tampak begitu remeh-temeh. Semua orang pernah mengalaminya. Gara-gara itu, pembaca yang tak sabaran mungkin akan berhenti pada paragraf ketiga atau keempat sebab merasa tak menemukan sesuatu yang berarti.

Pembaca yang bersabar menikmati artikel Gus Noy akan mendapat hadiahnya. Sebab pada paragraf-paragraf pedalaman akan diperolehnya permaknaan Gus Noy yang sungguh kental akan nilai-nilai dan prinsip hidup.

***


Korupsi Masuk Surga (KMS)
Sebuah Kumpulan Artikel "Pilihan" di Kompasiana.Com


***


Sang Pengendara Aksara (SPA)
Sebuah Kumpulan Artikel "Pilihan" di Kompasiana.Com

Dalam buku SPA terdapat 23 artikel yang berada dalam rubrik CatatanHobiHumaniora, dan Media. Waktu penayangannya antara 20014 sampai 2019. 

Judul SPA berasal dari judul salah satu artikel yang terpajang di rubrik Humaniora, 2 Januari 2019. Artikel ini berkaitan dengan tulis-menulis serta penyebutan "penulis" sebagai "pengendara aksara". Kesemuanya merupakan pengalaman saya sendiri selama lebih 20 tahun "tersesat" di duia penulisan.

"Penulis seumpama pengendara aksara. Penulis mengendarai aksara untuk membawa pikirannya ke sebuah tempat tujuan. Entah di mana tujuannya, dan akan berpindah ke mana selanjutnya". Begitu yang tertulis pada alinea (paragraf) pertama.


***

Tokoh Hoaks
Sebuah Kumpulan Artikel "Pilihan" di Kompasiana.Com


Keberagaman adalah Takdir
Sebuah Kumpulan Artikel "Pilihan" di Kompasiana.Com


Kampanye yang Menyengsarakan
Sebuah Kumpulan Artikel "Pilihan" di Kompasiana.Com.


Siap terbit akhir tahun 2018



Sudah terbit bukunya nih!








Kamis, 03 Mei 2018

SKA yang Entah

Sebenarnya saya sudah memiliki SKA (Sertifikat Keahlian) Arsitek tingkat Madya, yang sudah jadi. Pada acara

Interchange Session | Balikpapan

yang diselenggarakan pada Jumat, 6 April 2018, pukul 15:00 WITA - Selesai, di Jati - Sungkai Room, Lt. 8, Grand Jatra Hotels & Resort, Balikpapan Superblock, Jl. Jendral Sudirman No. 47, Balikapapan.

Pada kesempatan itu juga ada acara penyerahan SKA, tetapi, ternyata, hanya secara simbolis. Selesai acara saya sempat menanyakan perihal SKA saya pada seseorang. Jawabannya...

Setelah acara itu saya masih menanyakannya lagi, bahkan lebih 3 kali. Sama sekali saya tidak bisa mendapatkan SKA saya. Jangankan mendapatkan, melihat saja sama sekali tidak pernah, padahal saya sudah beberapa kali ke sekretariat dan bertemu langsung dengan pejabat berwenang.

Mengapa SKA saya tidak juga diberikan? Padahal biaya administrasi (pengurusannya) sudah lunas. Mengapa pula SKA saya seakan "wajib" ditahan?

Sampai hari ini, Kamis, 5 Mei 2018, saya belum juga menerima SKA saya. Padahal saya sudah berkali-kali jujur bahwa biaya pengurusan SKa sebesar Rp2,4 juta itu saya berutang pada kakak saya. Orangtua saya pun mengetahui itu karena saya selalu ingin terbuka pada keluarga saya mengenai keuangan keluarga.

Ada apakah sebenarnya, sampai SKA saya "wajib" ditahan?

Saya sama sekali tidak habis mengerti.

Ya, Tuhan, kalau saya akhirnya tidak menjadi arsitek karena alasan-alasan yang entahlah itu, hanya kepada-Mu saya serahkan takdir saya ini. Doa orangtua yang sampai kepada-Mu dulu, semoga tetap dalam genggaman-Mu. Kalau saya tetaplah arsitek dengan bekal aturan yang sudah ada (SKA), jagalah itu, ya, Tuhan. 
Saya mohon belas kasihan-Mu saja karena saya tidak mampu lagi menghadapi mereka.
Dalam nama Yesus Kristus.
Amin.